Proses pembuatan semen
Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut
:
1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan
1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan
Gambar Flow Sheet Proses
Pembuatan Semen
1. Penambangan
Bahan Baku (Quarry)
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu kapur dan tanah liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses penambangan di quarry. Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses produksi semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada proses – proses selanjutnya yang akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan baku yang tidak terencana dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan target untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas dan biaya produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing produk terhadap produk yang sama yang dihasilkan oleh pesaingan.
Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai berikut :
1. Batukapur
52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
2. Tanah liat 60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
2. Tanah liat 60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
1. Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
2. Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
3. Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
4. Pengangkutan ( hauling )
5. Pemecahan ( crushing )
Gambar Proses Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan
Bahan Baku
Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan
dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat
yang digunakan untuk menghancurkan batukapur dinamakan Crusher. Dan alat yang digunakan untuk
memecah tanah liat disebut clay cutter. Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari
ukuran diameter ( 100 – 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan
diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan penekanan secara mekanis. Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper
melewati Wobbler Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati
Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper
melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi ukuran 95 %
lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam
Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix. Setelah itu raw material akan mengalami proses
pre-homogenisasi dengan pembuatan mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material
adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.
Batu kapur 80%
|
Silika 3%
|
Trass 16%
|
Pasir Besi 1%
|
Keempat bahan tersebut dicampur dengan proses blending dan klinkerisasi selanjutnya melalui proses penggilingan dan pencampuran bahan aditif untuk menghasilkan semen. Untuk semen tipe PCC, selain Gypsum aditifnya bisa mengunakan Limestone, Trash, Fly ash dll.
Klinker 96%
|
Gypsum 4%
|
Bahan Baku Semen
Tabel Raw Material
Sources
Calcium
|
Iron
|
Silica
|
Alumina
|
Sulfate
|
· Alkali waste
· Aragonite
· Calcite
· Cement kiln dust
· Cement rock
· Chalk
· Clay
· Fuller’s earth
· Limestone
· Marble
· Marl
· Seashells
|
· Blast furnace flue dust
· Clay
· Iron ore
· Mill scale
· Ore washings
· Pyrite cinders
· Shale
|
· Calcium silicate
· Cement rock
· Clay
· Fly ash
· Fuller’s earth
· Limestone
· Loess
· Marl
· Ore washings
· Quartzite
· Rice hull ash
· Sand
· Sandstone
· Shale
· Slag
· Traprock
|
· Aluminium ore refuse
· Bauxite
· Cement rock
· Clay
· Copper slag
· Fly ash
· Fuller’s earth
· Granodiorite
· Limestone
· Loess
· Ore washing
· Shale
· Slag
· Stauralite
|
· Anhydrite
· Calcium sulfate
· Gypsum
|
Gambar Proses Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen
adalah bahan baku penolong yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi
berkontribusi pada mineral Fe2O3 dan pasir silka berkontribusi pada mineral
SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut akan dicampur dengan pile batukapur
& tanah liat masuk ke proses penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan
oleh raw mix design. Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan
dan pengeringan bahan baku adalah Vertical
Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal
dari suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC. Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat
untuk penggilingan dan pengeringan material yang relatif basah. Penggilingan
& pengeringan dapat dilakukan secara effisien didalam satu unit peralatan.
Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a. Penggilingan
( Roller & grinding table )
b. Pengeringan
(gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan
(Separator)
d. Transportasi
(Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw
Mill) pada bagian tengah (tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk
ke dalam bagian bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan terbawa
udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut. Material akan
digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan
menggunakan gaya centrifugal di mana material yang diumpankan dari atas akan
terlempar ke samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang
berputar karena putaran table itu sendiri. Kemudian material akan mengalami proses pencampuran
(Blending) dan homogenisasi di dalam Blending Silo. Alat utama yang digunakan
untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah blending silo, dengan
media pengaduk adalah udara.
Gambar Raw Mill Sebagai Tempat
Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Pemanasan
Awal (Preheating)
Setelah mengalami homogenisasi di blending silo,
material terlebih dahulu ditampung ke dalam kiln feed bin. Alat utama yang
digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah suspension pre-heater. Suspension preheater merupakan salah satu peralatan
produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary
kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan
baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat
terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu
berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses
prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku
terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui
suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam
suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses
kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater
ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan
udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi
tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan
kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater
dengan kalsiner. Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2
bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan separate line calciner (SLC). Material
akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas hingga keluar dari
cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah
terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater
tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini,
dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang
dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang
dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner.
Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner
ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah
kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension
preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner
ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar
dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif
rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga
yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat
diperoleh.
- Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
- Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah.
- Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
- Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.
b. Pembakaran
(Firing) Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau
rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering,
dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar adalah
800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah
1100-1400 oC. Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama
di seluruh unit pabrik semen, karena di dalam kiln akan terjadi semua proses
kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw mix). Secara garis besar, di
dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan zone
sintering (klinkerisasi). Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone
kalsinasi dipindahkan ke suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses
yang terjadi di dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya.
Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh proses
radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk mencegah panas terbuang
keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang terbentuk
selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka
jenis batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan coating antara lain :
- Komposisi kimia raw mix
- Konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
- Temperatur umpan ketika kontak dengan coating
- Temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
- Bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan,
karena reaksi klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah
fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan terbentuknya coating yang berfungsi
sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil
pembakaran maupun untuk pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui
kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan
proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln
dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal
mudah tidaknya dibakar (burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum
bahan bakar yang dibakar di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada
umumnya calciner jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar
antara 10% hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran di
calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone yang
lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang
berkisar antara 80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa
kelebihan udara pembakaran di kiln dalam rangka memperoleh operasi kiln yang
baik akan dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat
beroperasi dengan cooler jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih
sederhana dan konsumsi daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln
yang memakai cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang
dibakar di kiln dapat dikurangi hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai
sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian
beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg
klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang
dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu
menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara tertier dibanding
dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per
hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m.
Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara tertier
misalnya sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000
TPD. Namun kiln dengan udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate
cooler sehingga diperlukan daya listrik tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker
dibanding kiln dengan planetary cooler.
Gambar SP Calciner & Kiln Sebagai
Tempat Pembakaran
c. Pendinginan
(Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan
clinker adalah cooler. Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat
penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu
pan conveyor. Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan
komposisi akhir klinker. Jika klinker yang terbentuk selama pembakaran
didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di kiln akan berbalik
(reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan berkurang dan
terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama proses pendinginan.
Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan cepat sehingga mencegah
berkurangnya C3S. Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair
alumino-ferric yang kaya lime akan terkristalisasi sempurna pada pendinginan
cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa
klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada
perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang
dihasilkan. Makin cepat proses pendinginannya maka kristal periclase yang
terbentuk semakin kecil yang timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker
dengan pendinginan cepat menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus ukuran kristalnya
lebih kecil.
5. Penggilingan
akhir
Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :
- Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
- Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
- Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses
menggiling bersama antara terak dengan 3% - 5% gypsum natural atau sintetis (untuk
pengendalian setting dinamakan retarder) dan beberapa jenis aditif (pozzolan,
slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah tertentu, selama memenuhi
kualitas dan spesifikasi semen yang dipersyaratkan. Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi
menjadi sistim penggilingan open circuit dan sistim penggilingan closed
circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed circuit dan gambar
”b” open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari
diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan dalam closed
circuit panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk mempercepat
produk yang lewat. Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk
semen. Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling
yang sering dijumpai di berbagai industri semen, meskipun sekarang sudah mulai
dijumpai vertical mill untuk menggiling terak menjadi semen. Material yang telah mengalami penggilingan kemudian
diangkut oleh bucket elevator menuju separator. Separator berfungsi untuk
memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang kurang
halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone, kemudian
ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo.
Gambar Finish Mill Sebagai Tempat
Penggilingan Akhir
6. Pengemasan
Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan
dengan menggunakan zak (kraft dan woven) dan pengemasan dalam bentuk curah.
Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke toko-toko bangunan dan end user.
Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke proyek-proyek.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum masuk ke mesin packer atau loading ke truck.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum masuk ke mesin packer atau loading ke truck.