Kamis, 19 Januari 2017

PROSES PRODUKSI SEMEN


Proses pembuatan semen 


Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :  
1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan

Gambar Flow Sheet Proses Pembuatan Semen

1. Penambangan Bahan Baku (Quarry)

    Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu kapur dan tanah liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses penambangan di quarry. Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses produksi semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada proses – proses selanjutnya yang akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan baku yang tidak terencana dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan target untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas dan biaya produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing produk terhadap produk yang sama yang dihasilkan oleh pesaingan.

Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai berikut :
1. Batukapur  52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
2. Tanah liat   60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%

Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut
1. Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
2. Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
3. Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
4. Pengangkutan ( hauling )
5. Pemecahan ( crushing )

Gambar Proses Penambangan Bahan Baku
2.  Penyiapan Bahan Baku 

    Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan untuk menghancurkan  batukapur dinamakan Crusher. Dan alat yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter. Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter ( 100 – 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan penekanan secara mekanis. Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix. Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan pembuatan mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.

Bahan-Bahan dasar Pembuatan Semen
  Batu kapur 80%
 
  Silika 3%
 
    Trass 16%
 
  Pasir Besi 1%

Keempat bahan tersebut dicampur dengan proses blending dan klinkerisasi selanjutnya melalui proses penggilingan dan pencampuran bahan aditif untuk menghasilkan semen. Untuk semen tipe PCC, selain Gypsum aditifnya bisa mengunakan Limestone, Trash, Fly ash dll.

Klinker 96%
       
Gypsum 4%
 

Bahan Baku Semen

Tabel  Raw Material Sources
Calcium
Iron
Silica
Alumina
Sulfate
·   Alkali waste
·  Aragonite
·  Calcite
·  Cement kiln dust
·  Cement rock
·  Chalk
·  Clay
·  Fuller’s earth
·  Limestone
·  Marble
·  Marl
·  Seashells

·     Blast furnace flue dust
·     Clay
·     Iron ore
·     Mill scale
·     Ore washings
·     Pyrite cinders
·     Shale

·  Calcium silicate
·  Cement rock
·  Clay
·  Fly ash
·  Fuller’s earth
·  Limestone
·  Loess
·  Marl
·  Ore washings
·  Quartzite
·  Rice hull ash
·  Sand
·  Sandstone
·  Shale
·  Slag
·  Traprock
· Aluminium ore refuse
· Bauxite
· Cement rock
· Clay
· Copper slag
· Fly ash
· Fuller’s earth
· Granodiorite
· Limestone
· Loess
· Ore washing
· Shale
· Slag
· Stauralite
·    Anhydrite
·    Calcium sulfate
·    Gypsum


            
Gambar Proses Penyiapan Bahan Baku

3. Penggilingan Awal

   Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku penolong yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3 dan pasir silka berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut akan dicampur dengan pile batukapur & tanah liat masuk ke proses penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan oleh raw mix design. Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan baku adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC. Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan pengeringan material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan secara effisien didalam satu unit peralatan.                                                                                                

Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
      a.       Penggilingan ( Roller & grinding table )
      b.      Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
      c.       Pemisahan (Separator)
      d.      Transportasi (Gas pengering ID Fan)

Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut. Material akan digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di mana material yang diumpankan dari atas akan terlempar ke samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang berputar karena putaran table itu sendiri. Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah blending silo, dengan media pengaduk adalah udara. 
                            
Gambar Raw Mill Sebagai Tempat Penggilingan Awal

4. Proses Pembakaran 
Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
  
a. Pemanasan Awal (Preheating) 
    Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung ke dalam kiln feed bin. Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah suspension pre-heater. Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln.  Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner. Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.

Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :

Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner.  Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.

Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.

  1. Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner. 
  2. Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah. 
  3. Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori. 
  4. Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.
b. Pembakaran (Firing)     Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah 1100-1400 oC. Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen, karena di dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw mix). Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi dipindahkan ke suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka jenis batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan coating antara lain :
  1. Komposisi kimia raw mix 
  2. Konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating 
  3. Temperatur umpan ketika kontak dengan coating 
  4. Temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan 
  5. Bentuk dan temperatur flame 
    Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan terbentuknya coating yang berfungsi sebagai isolator kiln.

   Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya dibakar (burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum bahan bakar yang dibakar di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar antara 80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara pembakaran di kiln dalam rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan cooler jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis grate.

   Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara tertier dibanding dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara tertier misalnya sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun kiln dengan udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.

Gambar SP Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran 

c. Pendinginan (Cooling) 
    Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah cooler.  Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor. Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker yang terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan berkurang dan terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama proses pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S. Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya lime akan terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan. Makin cepat proses pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil yang timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan cepat menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus ukuran kristalnya lebih kecil. 

5. Penggilingan akhir
    Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :
  • Bahan baku utama, yaitu terak/clinker. 
  • Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum 
  • Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
     Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama antara terak dengan 3% - 5% gypsum natural atau sintetis (untuk pengendalian setting dinamakan retarder) dan beberapa jenis aditif (pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah tertentu, selama memenuhi kualitas dan spesifikasi semen yang dipersyaratkan. Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan open circuit dan sistim penggilingan closed circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed circuit dan gambar ”b” open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan dalam closed circuit panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk mempercepat produk yang lewat. Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk semen. Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai industri semen, meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk menggiling terak menjadi semen. Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone, kemudian ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo.

Gambar Finish Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir
6. Pengemasan
   Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan menggunakan zak (kraft dan woven) dan pengemasan dalam bentuk curah. Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke toko-toko bangunan dan end user. Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke proyek-proyek.

Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
    Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum masuk ke mesin packer atau loading ke truck.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar